Kamis, 09 Januari 2014

PENILAIAN NON TEST


PENILAIAN NON TEST

Berbagai teknik penilaian dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi kemajuan belajar peserta didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar, sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai. Penilaian kompetensi dilakukan melalui pengukuran indikator-indikator pada setiap kompetensi dasar.
Dalam penilaian hasil belajar dapat digunakan berbagai teknik penilaian diantaranya adalah: penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penggunaan portofolio.
1.    Pengertian Penilaian unjuk kerja
Pengertian Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan suatu pekerjaan/tugas. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian penguasaan kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, seperti: praktik di bengkel/laboratorium, praktik sholat, praktik olah raga, presentasi, diskusi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan membaca puisi/deklamasi. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis, karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.       Langkah-langkah kerja yang diharapkan untuk dilakukan peserta didik dalam menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b.      Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c.       Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d.      Kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak (hanya yang esensial), sehingga semua dapat diamati.
e.       Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.
A.      Teknik Penilaian Unjuk Kerja
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Misalnya, untuk menilai kemampuan berbicara peserta didik perlu dilakukan pengamatan atau observasi berbicara yang beragam, seperti: diskusi dalam kelompok kecil, berpidato, bercerita, dan melakukan wawancara. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik akan lebih utuh. Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (”ya”/”tidak”), terhadap indikator-indikator pada setiap KD. Peserta didik dinyatakan ”kompeten” apabila seluruh indikator terpenuhi (ya) dan ”tidak kompeten” apabila ada indikator yang tidak terpenuhi.
2.    Pengertian Penilaian sikap
Pengertian Penilaian sikap merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati sikap peserta didik dalam berperilaku di lingkungan tempat belajar. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan bertindak seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk untuk terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan. Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut:
a.         Sikap terhadap materi pelajaran;
Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran. Dengan sikap`positif dalam diri peserta didik, akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan.
b.        Sikap terhadap guru/pengajar;
Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
c.         Sikap terhadap proses pembelajaran;
Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran di sini mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman, dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
d.        Sikap berkaitan dengan nilai-nilai atau norma-norma tertentu berhubungan dengan suatu materi pelajaran;
Misalnya: kasus atau masalah lingkungan hidup, berkaitan dengan materi Biologi atau Kimia. Peserta didik juga perlu memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap kasus lingkungan tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan lingkungan hidup). Misalnya, peserta didik memiliki sikap positif terhadap program perlindungan satwa liar. Dalam kasus yang lain, peserta didik memiliki sikap negatif terhadap kegiatan ekspor kayu glondongan ke luar negeri.
e.         Sikap-sikap lain yang dimuat dalam tujuan pendidikan
Misalnya: mandiri, kreatif, bertanggung jawab, demokratis, dan lain-lain yang secara umum digunakan pada unjuk kerja.
3. Penilaian proyek (project work)
Penilaian proyek (project work) merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa kegiatan sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pelaksanaan tugas, pengolahan, dan penyajian produk (barang dan jasa). Teknik ini dimaksudkan untuk menilai kemampuan peserta didik secara menyeluruh (comprehensive) dalam pengorganisasian dan pelaksanaan suatu kompetensi.
1. Teknik Penilaian Projek Komponen/kegiatan yang perlu dinilai: penyusunan disain atau proposal, unjuk kerja, produk (barang/jasa), penyajian hasil/produk, dan laporan tertulis. Dalam penilaian projek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a.       Kemampuan melaksanakan projek
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik/mencari informasi, melaksanakan tugas/projek, mengelola waktu, dan penulisan laporan.
b.      Relevansi Kesesuaian antara standar kompetensi yang dipelajari dengan jenis pekerjaan dimasyarakat.
c.       Keaslian produk Produk yang dihasilkan peserta didik harus merupakan hasil karyanya. Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
1.      Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2.      Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

4.    Penilaian Produk
Penilaian Produk merupakan penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian Produk adalah sebagai berikut:
1.        Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2.        Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3.        Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
5. Penilaian portofolio
Penilaian portofolio merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan dengan menggunakan bukti-bukti hasil belajar (evidence) yang relevan dengan kompetensi keahlian yang dipelajari. Evidence tersebut dapat berupa karya peserta didik (hasil pekerjaan) dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi keahlian tertentu.
Portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang peserta didik, sebagai hasil pelaksanaan tugas kinerja, yang ditentukan oleh guru atau oleh peserta didik bersama guru, sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan belajar, atau mencapai kompetensi yang ditentukan dalam kurikulum. Jadi, tidak setiap kumpulan karya seorang peserta didik disebut portofolio. Portofolio digunakan sebagai instrumen penilaian atau salah satu komponen dari instrumen penilaian, untuk menilai kompetensi peserta didik, atau menilai hasil belajar peserta didik.
Sebagai instrumen penilaian, portofolio difokuskan pada dokumen tentang kerja siswa yang produktif, yaitu ‘bukti’ tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa, bukan apa yang tidak dapat dikerjakan (dijawab atau dipecahkan) oleh siswa. Bagi guru, portofolio menyajikan wawasan tentang banyak segi perkembangan siswa dalam belajarnya: cara berpikirnya, pemahamannya atas pelajaran yang bersangkutan, kemampuannya mengungkapkan gagasan-gagasannya, sikapnya terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, dan sebagainya.
Portofolio penilaian bukan sekedar kumpulan hasil kerja siswa, melainkan kumpulan hasil siswa dari kerja yang sengaja diperbuat siswa untuk menunjukkan bukti tentang kompetensi, pemahaman, dan capaian siswa dalam mata pelajaran tertentu. Portofolio juga merupakan kumpulan informasi yang perlu diketahui oleh guru sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah perbaikan pembelajaran, atau peningkatan belajar siswa. Portofolio peserta didik untuk penilaian merupakan kumpulan produk siswa, yang berisi berbagai jenis karya seorang siswa, misalnya:
a. Hasil proyek, penyelidikan, atau praktik siswa, yang disajikan secara tertulis atau dengan penjelasan tertulis. 
b. Gambar atau laporan hasil pengamatan siswa, dalam rangka melaksanakan tugas untuk mata pelajaran yang bersangkutan.
c. Analisis situasi yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.
d. Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah, dalam mata pelajaran yang bersangkutan. 
e. Laporan hasil penyelidikan tentang hubungan antara konsep-konsep dalam mata pelajaran atau antarmata-pelajaran.
f. Penyelesaian soal-soal terbuka.
g. Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang berbeda dengan cara yang diajarkan di sekolah, atau dengan cara yang berbeda dari cara pilihan teman-teman sekelasnya.
h. Laporan kerja kelompok.
i. Hasil kerja siswa yang diperoleh dengan menggunakan alat rekam video, alat rekam audio, dan komputer. 
j. Fotokopi surat piagam atau tanda penghargaan yang pernah diterima oleh siswa yang bersangkutan.
k. Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan, yang tidak ditugas-kan oleh guru (atas pilihan siswa sendiri, tetapi relevan dengan mata pelajaran yang bersangkutan).
l. Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
m. Cerita tentang usaha siswa sendiri dalam mengatasi hambatan psikologis, atau usaha peningkatan diri, dalam mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan.





Read More..

Kamis, 02 Januari 2014

TEKNIK NON TEST DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN




TEKNIK NON TEST DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN
Sepintas dari pengertian secara kebahasaan, maka non test dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan test. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non test biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra (Widiyoko : 2009).  
A.  Jenis – Jenis Non test 
1.   Pengamatan (Observation)
Menurut Sudijono (2009) observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Tujuan utama observasi antara lain : 
1. Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan
2. Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skill).
3. Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya maupun situasi yang sengaja dibuat.
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik pada waktu belajar belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta didik, dan perilaku sosial lainnya
Selain itu, observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:
1.    Mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
2.    Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif, dan rasional.
3.    Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi.
4.    Praktis penggunaannya.
Jika kita melihat dari dari kerangka kerjanya, observasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang berisi faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan tegas.
2. Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai obeserver tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti. Kegiatan obeservasi hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu:    
1. Observasi langsung, observasi yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang  diselidiki.
2. Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
3. Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
Sebagai instrumen evaluasi yang lain, observasi secara umum mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Arifin (2009) Kelebihan dan kekurangan observasi antara lain:
1. Kelebihan
a. Observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam fenomena.
b. Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun guru yang sedang melakukan suatu kegiatan.
c. Banyak hal yang tidak dapat diukur dengan test, tetapi lebih tepat dengan observasi.
d. Tidak terikat dengan laporan pribadi.
2. Kekurangan
a. Seringkali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang menyenangkan dari observer ataupun observasi itu sendiri.
b. Biasanya masalah pribadi sulit diamati.
c. Jika yang diamati memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jenuh.
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi menurut Arifin (2009) adalah sebagai berikut:   
1. Merumuskan tujuan observasi
2. Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi.
3. Menyusun pedoman observasi
4. Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan proses belajar peserta didik dan kepribadiaanya maupun penampilan guru dalam pembelajaran
5. Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-kelemahan pedoman observasi
6. Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan hasil uji coba
7. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.  
2. Wawancara (Interview)
Menurut Sudijono (2009) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah tujuan yang terlah ditentukan. Sedangkan menurut Bahri (2008) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan yang diwancarai.
Dari pengertian tersebut kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (menggunakan alat komunikasi).
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam evaluasi, yaitu:
1. Wawancara terpimpin (guided interview), biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dimana wawancara ini selalu dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam bentuk panduan wawancara (interview guide). Jadi, dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan.
2. Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview), biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis (nonsystematic interview) atau wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika.
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan evaluator dalam pelaksanaan wawancara antara lain ; evaluator harus mendengar, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat apa yang sumber berikan. Sehingga informasi yang disampaikan oleh narasumber tidak hilang dan informasi yang dibutuhkan dapat ditangkap dengan baik. Selain itu evaluator harus meredam egonya dan melakukan pengendalian tersembunyi. Kadang kala banyak evaluator yang tidak dapat meredam egonya sehingga unsur subyektivitas muncul pada saat menganalisis hasil wawancara yang telah dilaksanakan.
Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara yakni :  
1. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu.
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
Berbeda dengan observasi, wawancara memiliki kelebihan antara lain :
1. Dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu.
2. Mengetahui perilaku nonverbal, misalnya rasa suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh sumber.
3. Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga sumber dapat memahami maksud penelitian secara baik, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan baik pula 
4. Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi benar oleh sumber yang telah ditetapkan.  
5. Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang rumit dan mendetail.
Namun, wawancara juga memiliki kelemahan antara lain :
1. Memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya.
2. Dapat terjadi kesalahan dalam pertanyaan sehingga akan terjadi kesalahan penafsiran jawaban.
3. Sangat bergantung pada kepandaian pewawancara. 
3.       Angket (Questionnare)
Pada dasarnya, angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Hal ini juga disampaikan oleh Yusuf (dalam Arniatiu, 2010) yang menyatakan kuisioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan objek yang dinilai dengan maksud untuk mendapatkan data.
Data yang dihimpun melalui angket biasanya berupa data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalnya: cara belajar, bimbingan guru dan orang tua. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau skala sikap.
Adapun beberapa tujuan dari pengembangan angket adalah :
1. Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari siswa.
2. Membimbing siswa untuk belajar efektif sampai tingkat penguasaan tertentu.
3. Mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam belajar.
4. Membantu anak yang lemah dalam belajar.
5. Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan siswa.
Jenis-jenis kuesioner (menurut Yusuf , dalam Artiatiu, 2010)  
1. Kuesioner dari segi isi dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu:
1) Pertanyaan fakta adalah pertanyaan yang menanyakan tentang fakta antara lain seperti jumlah sekolah, jumlah jam belajar.
2) Pertanyaan perilaku adalah apabila guru menginginkan tingkah laku seseorang siswa dalam kegiatan di sekolah atau dalam proses belajar mengajar.
3) Pertanyaan informasi adalah apabila melalui instrument itu guru ingin mengungkapkan berbagai informasi atau menggunakan fakta.
4) Pertanyaan pendapat dan sikap adalah kuesioner yang berkaitan dengan perasaan, kepercayaan predisposisi, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan objek yang dinilai.
2. Kuesioner dari jenisnya dapat dibedakan atas 3 yaitu:
1) Tertutup, kuesioner yang alternative jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu. Responden hanya memilih diantara alternative yang telah disediakan.
2) Terbuka, kuesioner ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang sesuatu yang ditanyakan sesuai dengan pandangan dan kemampuannya. Alternative jawaban tidak disediakan. Mereka menciptakan sendiri jawabannya dan menyusun kalimat dalam bahasa sendiri
3) Tertutup dan terbuka, kuesioner ini merupakan gabungan dari kedua bentuk yang telah dibicarakan. Yang berarti bahwa dalam bentuk ini, disamping disediakan alternative, diberi juga kesempatan keoada siswa/mahasiswa untuk mengemukakan alternative jawabannya sendiri, apabila alternative yang disediakan tidak sesuai dengan keadaan yang bersangkutan.
3. Kuesioner dari segi yang menjawab dapat dibedakan atas 2, yaitu :
1) Kuesioner langsung, yaitu kuesioner yang langsung dijawab/diisi oleh individu yang akan diminta keterangannya.
2) Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang diisi oleh orang lain, (orang yang tidak diminta keterangannya).
4. Kuesioner dari sisi bagaimana kuesioner itu diadministrasikan pada responden dapat dibedakan atas 2, yaitu :
1) Kuesioner yang dikirimkan (Mail Questionaire)
2) Kuesioner yang dapat dibagikan langsung pada responden.
Kelebihan angket adalah sebagai berikut:
1. Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang banyak yang hanya membutuhkan waktu yang sigkat.
2. Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama
3. Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan.
Sedangkan kelemahan angket, antara lain:
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila ada halhal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali.
2. Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua, sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima, sehingga tidak memberikan kembali angketnya. 
4.   Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis) 
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik non-test) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen yang menganut informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar, lampu penerangan dan sebagainya (Sudijono : 2009).
Beberapa informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkapbagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya. 
5.    Study Kasus (Case Study) 
Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya (Djamarah : 2000). Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar.
Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan sebagainya.
Namun, seperti halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan, melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja.




Iik Muqbilina Mahen

Read More..